Search This Blog

***Selamat Datang, Mari Bersama Wujudkan Indonesia Berswasebada Pangan BENIH JAGUNG HIBRIDA ASIA 1, ASIA 92, NUSANTARA, PRIMA, JAYA* Sygenta, Dupont, MKD, Mosanto, Basf***

Sunday 12 December 2010

Limbah Padi Sebagai Produk Alternatif Pertanian Organik

Indonesia adalah Negara yang sangat kaya, tetapi sebagai manusia Indonesia terkadang kita kurang jeli dalam memanfaatkan kekayaan itu. Jerami begitu melimpah. Saat petani panen padi, jerami melimpah ruwah di persawahan, dan itu hanya dibakar, ya ada sih manfaatnya sebagai humus, namun tidak efektif dan maksimal sebagaimana eksistensi akan jerami itu sendiri. Biasanya jerami hanya akan teronggok di sawah karena digunakan sebagai pakan ternak atau bahkan dibakar begitu saja. Bisa dibayangkan kemubadziran yang terjadi jika limpahan jerami tersebut hanya dibakar. Tetapi mungkin tidak hanya kemubadziran saja, karena ternyata pembakaran jerami akan menghasilkan emisi karbon yang memberi sumbangan akan terjadinya pemanasan global.
Sungguh ironis memang, disatu sisi jerami dan sekam melimpah hanya dianggap sebagai sisa yang memang harus dibakar. Sementara pupuk kimia semakin melambung tinggi saja, sementara petani mengeluhkan terjadinya kelangkaan dan mahalnya pupuk kimia. Dampaknya, jumlah dan jenis pupuk yang dapat mereka usahakan semakin terbatas serta waktu pemberian pupuk yang sering terlambat dapat berpengaruh terhadap produksi. Di samping itu, penurunan produktivitas lahan sawah yang marak di Indonesia dimungkinkan terjadi karena kejenuhan tanah akibat penggunaan pupuk anorganik dalam jangka waktu yang relative lama.
Peristiwa ini mencerminkan kurang maksimalnya pemanfaatan jerami dalam bidang pertanian padahal jerami memiliki potensi yang sangat besar dalam menggemburkan tanah jika dimanfaatkan sebagai pupuk kompos. Bahkan dapat menjadi solusi yang sangat brilian untuk menangani permasalahan terjadinya pelandaian produktivitas lahan dan kelangkaan dan mahalnya pupuk kimia (Urea,TSP,ZA,SP36 atau KCl). Selain itu kompos juga memberikan manfaat yang sangat banyak, antara lain: memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, meningkatkan kandungan bahan organik, dan meningkatkan kesuburan tanah atau lahan.
Peningkatan produktivitas lahan secara berkelanjutan diperlukan terobosan yang mengarah pada efisiensi usaha tani dengan memanfaatkan sumber daya local yang ada selain itu juga diperlukan adanya pelestarian lingkungan produksi termasuk mempertahankan kandungan bahan organic tanah dengan memanfaatkan jerami padi atau limbah pertanian lainnya ataukah pemanfaatan sampah kota.
Dengan demikian dapat dilihat betapa banyak manfaat jerami dan sekam jika dimanfaatkan sebagai pupuk kompos. Namun, realita di lapangan menyatakan betapa kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat khususnya petani akan potensi tersebut. Ketidaksadaran akan kecenderungan penggunaan pupuk anorganik yang dianggap lebih efisien dan mudah didapat di mana saja akan memperosokkan kita lebih jauh ke dalam jurang permasalahan pertanian yang tidak terkira. Karena bagaimana pun juga penggunaan pupuk anorganik dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kerusakan tanah yang merupakan media paling lengkap tempat hidup tumbuhan sebagai satu-satunya produsen di muka bumi ini. Oleh karena itu, sangatlah penting merubah paradigma berpikir masyarakat kita bahwa penggunaan sesuatu yang instant dalam jangka panjang tidak selalu baik. Demikian juga dengan penggunaan pupuk anorganik.
Harus ada pengganti atau substitusi dari pupuk kimia/anorganik dan jawaban yang tepat adalah pupuk kompos. Selain beberapa keunggulan yang telah disebutkan di atas, cara membuat pupuk ini sangatlah mudah, apalagi bahan bakunya merupakan limbah padi yang sangat melimpah saat pasca panen.
Lalu keuntungan besar apalagi yang harus dicari jika kita dapat mengubah sampah (jerami) menjadi emas (kompos)?. Kesadaran inilah yang harus ditanamkan pada seluruh masyarakat khususnya petani di negeri (Indonesia) super agraris ini.
Solusi (mungkin kita perlu diskusikan disini agar bisa menjadi solusi kepada petani dan pemerintah/LSM termasuk pihak swasta) al:
1. Perlu perubahan paradigma petani akan pemakaian pupuk organik (paradigma tentang kelola sampah atau limbah pertanian), Ini merupakan kerja keras, namun “harus” dilakukan, karena ini merupakan titik awalnya.
2. Pemerintah atau swasta termasuk LSM/NGO lingkungan perlu mengadakan pelatihan tentang pengelolaan limbah padi (jerami/sekam) atau pengelolaan sampah menjadi pupuk organik sebagai pengganti pupuk kimia. Khususnya dari pemerintah perlu penjelasan yang serius (dukungan penuh) tentang hal ini. Serta melibatkan unsur pemuka agama (diskusi tentang sampah sekaitan dengan perintah agama tentang kebersihan)
3. Aktifkan kembali pola Sumbang Saran atau Tudang Sipulung (Kelompok Tani) agar pelaksanaan program ini dapat dengan mudah terealisir. Mengganti atau Subtitusi dari pupuk kimia ke organik ini memerlukan biaya tinggi, maka dibutuhkan kerjasama oleh semua pihak, khususnya para petani itu sendiri.
4. Pemerintah seharusnya membangun atau mendirikan DemoPlot pengelolaan limbah/sampah menjadi pupuk organik di masing-masing kelurahan sentra penghasil padi, dengan libatkan secara langsung unsur swasta/LSM bersama penyuluh lapangan pertanian (kerja bareng atau disatupaketkan) dengan maksud “misi yang sama” (ini yang perlu dicermati mungkin oleh pemerintah), akhirnya terjadi pola pikir dan pola tindak yang konstruktif.
5. Menciptakan Industri di masyarakat (home industri) sekaligus menanggulangi pengangguran, meningkatkan ekonomi masyarakat. Serta memampukan masyarakat dalam mengelola Limbah Pertanian, misalnya Jerami, rumput atau sampah kota dan secara umum akan lebih mengerti dan terpanggil untuk mengelola limbah tersebut secara benar, adil dan bijaksana serta mandiri.
6. Mengajak masyarakat petani secara serius untuk memanfaatkan (momentum) program pemerintah saat ini, misalnya program pemberian bantuan lunak (Bunga 6%) bagi pengelola lingkungan atau melalui program Kementerin Kehutanan yaitu “Kebun Bibit Rakyat” untuk 8000 Desa di Indonesia (program ini mungkin bisa berdampingan demoplot pengelolaan pupuk organik berbasis limbah/sampah kota) atau program lainnya di Kementerian Pertanian, misalnya melalui pemberdayaan LM3 (Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat). Salah satu program LM3 yang penulis mediasi/inisiasi di Provinsi Sulawesi Utara klik di sini. http://lm3nafiri.blogspot.com
7. Diharap pemerintah bila membuat/meluncurkan program, jangan terhenti dibatasan pencairan dana (orientasi proyek) tapi harus diikuti sampai memantau aplikasi dilapangan secara serius (orientasi program)….Kasian dana besar itu, mubadzir saja, petani tidak manfaatkan. Akhirnya petani susah bayar pajak….Itu salah pemerintah sendiri…Tapi entahlah…??!!!
Mari kita bersama turut serta membantu para petani (komunitas terbesar di negeri ini) untuk mengubah paradigma berpikir dan memotivasi mereka mengenai pemanfaatan jerami/sampah agar lebih maksimal…..Mari bangun Pertanian Organik dari Desa. Ini harga mati bagi Indonesia bila tetap mau eksis pada percaturan perekonomian global (era konsumsi produk pertanian organik). Jangan Indonesia diam saja (terlambat) lagi, melihat kondisi ini dengan santai saja. Naudzubillah……Bagaimana ?
http://sosbud.kompasiana.com/2010/04/26/limbah-padi-sebagai-produk-alternatif-pertanian/

No comments:

Post a Comment