Search This Blog

***Selamat Datang, Mari Bersama Wujudkan Indonesia Berswasebada Pangan BENIH JAGUNG HIBRIDA ASIA 1, ASIA 92, NUSANTARA, PRIMA, JAYA* Sygenta, Dupont, MKD, Mosanto, Basf***

Wednesday 26 January 2011

PIMPINANAN PASAR BELUM TENTU YANG TERBAIK

ASIA 92 Umur 30 Hari
P21 Dahsyat Umur 40 hari

BISI 816 Umur 30 hari



MENURUT ANDA MANA YANG TERBAIK????








Wednesday 15 December 2010

Hormon tumbuhan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari

Hormon tumbuhan atau fitohormon adalah sekumpulan bahan kimia/senyawa yang mampu mengendalikan pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan. Penggunaan istilah "hormon" sendiri menggunakan analogi fungsi hormon pada hewan dan, sebagaimana pada hewan, fitohormon juga bekerja dalam kadar yang sangat rendah di dalam sel/jaringan tumbuhan. Beberapa ahli berkeberatan dengan istilah ini karena fungsi beberapa hormon tertentu tumbuhan (hormon endogen, dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan) dapat diganti dengan pemberian zat-zat tertentu dari luar, misalnya dengan penyemprotan (disebut sebagai hormon eksogen, diberikan dari luar sistem individu). Karena itu, dipakai pula istilah zat pengatur tumbuh (bahasa Inggris: plant growth regulator/substances).
Karakteristik
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan dan terutama berfungsi sebagai prekursor ("pemicu" )transkripsi. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan melalui signal berupa aktivitas zat-zat reseptor. Bila konsentrasi suatu hormon telah mencapai tingkat tertentu, atau mencapai suatu rasio tertentu dengan hormon lainnya, sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai berekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya.

Hormon tumbuhan tidak dihasilkan oleh suatu kelenjar sebagaimana pada hewan, melainkan dibentuk oleh sel-sel pada titik tertentu pada tumbuhan. Selanjutnya, hormon akan bekerja pada sel-sel tersebut atau dapat pula ditransfer ke bagian tumbuhan yang lain untuk aktif bekerja di sana.
Kelompok hormon
Terdapat ratusan hormon tumbuhan yang dikenal orang, baik yang endogen maupun yang eksogen. Pengelompokan dilakukan untuk memudahkan identifikasi. Terdapat enam kelompok utama hormon tumbuhan, yaitu auksin (auxins, biasa disingkat AUX), sitokinin (cytokinins), giberelin (gibberellins, GAs), asam absisat (abscisic acid, ABA), etilena (etena, ETH), dan brasinosteroid. Beberapa kelompok senyawa lain juga berfungsi sebagai hormon tumbuhan namun diketahui bekerja untuk beberapa kelompok tumbuhan atau merupakan hormon sintetik, seperti asam jasmonat, asam salisilat, poliamina, dan triakontanol.
Pemanfaatan
Pemahaman terhadap fitohormon pada masa kini telah membantu peningkatan hasil pertanian dengan ditemukannya berbagai macam zat sintetis yang memiliki pengaruh yang sama dengan fitohormon alami. Aplikasi zat pengatur tumbuh dalam pertanian modern mencakup pengamanan hasil (seperti penggunaan cycocel untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap lingkungan yang kurang mendukung), memperbesar ukuran dan meningkatkan kualitas produk (misalnya dalam teknologi semangka tanpa biji), atau menyeragamkan waktu berbunga (misalnya dalam aplikasi etilena untuk penyeragaman pembungaan tanaman buah musiman), untuk menyebut beberapa contohnya.
Fitoaleksin adalah suatu senyawa anti-mikrobial yang dibiosintesis (dibuat) dan diakumulasikan oleh tanaman setelah terjadi infeksi dari mikroorganisme patogen atau terpapar senyawa kimia tertentu dan iradiasi dengan sinar UV.[1][2] Dari sel-sel rusak dan nekrotik (sel yang mati sebelum waktunya) akan dikeluarkan suatu zat yang berdifusi ke dalam sel sehat di sekitarnya sehingga muncul respon dari sel sehat berupa pengeluaran fitoaleksin.[3] Fitoaleksin akan menjadi pertahanan tumbuhan saat terakumulasi/menumpuk dalam jumlah yang cukup untuk mencegah perkembangan patogen.[3] Beberapa contoh fitoaleksin yang dihasilkan oleh tanaman adalah:
just for widening coloum

* Capsidiol,
* Momilakton A,
* Momilakton B,
* Lubimin,
* Pisatin,
* Medicarpin,
* Rishitin,

just for widening coloum

* Glyceollin I,
* Phaseollin,
* Phaseollidin,
* Kievitone,
* Maackiain,
* resveratrol,
* dan lain-lain.[2]
Manfaat fitoaleksin bagi manusia
Beberapa studi telah mempelajari tentang potensi senyawa fitoaleksin untuk menjadi makanan fungsional bagi manusia.[4] Hal ini dikarenakan senyawa fitoaleksin memiliki aktivitas antioksidan, aktivitas anti-inflamasi, dapat menurunkan kolesterol, dan memiliki aktivitas anti-kanker sehingga dapat meningkatkan kesehatan manusia.[4] Salah satu senyawa fitoaleksin yang dimanfaatkan sebagai suplemen adalah resveratrol. Senyawa ini dapat melindungi jantung dan mencegah kanker prostat serta kanker payudara
Referensi
1. ^ (en)Yiu H. Hui, Roy Smith, David G. Spoerke (2001). Foodborne Disease Handbook: Plant toxicants. CRC Press. ISBN 978-0-8247-0343-1. Page.42-43
2. ^ a b (en)M. Daniel, R. P. Purkayastha (1994). . . CRC Press. ISBN 978-0-8247-9269-5. Page.1-14
3. ^ a b Lisnawita (2003). "Penggunaan Tanaman Resisten: Suatu Strategi Pengendalian Nematoda Parasit Tanaman". Digitized by USU digital library: 1-6.
4. ^ a b (en)Boue SM, Cleveland TE, Carter-Wientjes C, Shih BY, Bhatnagar D, McLachlan JM, Burow ME (April 2009). "Phytoalexin-enriched functional foods.". J Agric Food Chem. 2009 Apr 8;57(7):2614-22. 57 (7): 2614-22 Diakses pada 19 Mei 2010.
5. ^ (en)Christelle M. Rodrigue, Nicole Arous, Dora Bachir, Juliette Smith-Ravin, Paul-Henri Romeo, Frédéric Galacteros, Marie-Claude Garel (Januari 2002). "Resveratrol, a natural dietary phytoalexin, possesses similar properties to hydroxyurea towards erythroid differentiation". British Journal of Haematology 113: 500-507 Diakses pada 19 Mei 2010.

Teknologi Pengolahan Susu Jagung

Jagung merupakan salah satu bahan makanan pokok yang memiliki kedudukan penting setelah beras bagi masyarakat Indonesia. Kandungan gizi penting pada jagung adalah karbohidrat dan lemak. Karbohidrat jagung terdiri dari pati, gula, serat kasar dan pentosan. Pati jagung terdiri dari amilosa dan amilopektin, sedangkan gulanya berupa sukrosa. Lemak jagung sebagian besar terdapat pada bagian lembaganya. Asam lemak penyusunnya terdiri dari asam lemak jenuh yang berupa palmitat dan stearat serta asam lemak tidak jenuh berupa oleat dan linoleat. Protein jagung mempunyai komposisi asam amino yang cukup baik, tetapi asam amino lisin dan triptofan terdapat dalam jumlah kecil (tabel 1).

Tabel 1. Komposisi nilai gizi jagung
Kriteria gizi Satuan Jumlah
β-karotin mg/100 g 0.76
Asam Jenuh " 1,61
Asam lemak tidak jenuh " 5,05
Protein " 9,01
Amilosa " 34,55
Amilopektin " 65,45
Lisin " 0,2
Triptofan " 0,04

Di Sumatera Barat jagung muda dikonsumsi sebagai jagung rebus dan olahan kue basah, sedangkan jagung tua hanya diolah menjadi tojin dan sebagian besar dimanfaatkan untuk bahan pakan ternak. Penganekaragaman produk olahan perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petani. Selain jagung rebus, kue basah dan tojin, jagung dapat diolah menjadi susu jagung, bubur susu jagung, cornghurt, yogurt, corn flakes dan lain-lain. Di Thailand, jagung manis banyak diolah menjadi corn milk (susu jagung). Susu nabati seperti susu jagung dibutuhkan terutama bagi orang yang alergi terhadap susu sapi. Sebagai minuman, susu jagung diharapkan dapat menyegarkan dan menyehatkan tubuh karena tidak mengandung kolesterol.

Susu jagung diperoleh dengan cara penggillingan biji jagung yang telah direbus dalam air. Hasil penggilingan disaring untuk memperoleh filtrat yang kemudian dipasteurisasi dan diberi flavor untuk meningkatkan rasanya. Kandungan ekstrak karbohidrat dalam susu jagung dipengaruhi oleh varietas jagung, jumlah air yang ditambahkan, jangka waktu dan kondisi penyimpanan, kehalusan gilingan, dan perlakuan panas. Kelebihan susu jagung dibandingkan dengan susu sapi atau kedelai adalah bahan bakunya mudah didapat dengan harga tidak terlalu tinggi. Jagung tidak mengandung lactate intolerance (yang membuat susu bau amis). Susu jagung mengandung serat lebih banyak, cocok buat mereka yang diet.

Proses Pengolahan Susu Jagung
Alat-alat:
1. Blender
2. Pisau
3. Bashkom
4. Sendok pengaduk
5. Kain saring
6. Panci stainlees steel
7. Kompor
8. Termometer air raksa
9. botol kemasan/cup plastik

Bahan
Bahan bahan yang diperlukan untuk memproduksi susu jagung adalah:
1. Jagung muda/jagung manis pipil sudah direbus 1 kg
2. Gula pasir 400 gram
3. Air 3,5 liter (± 16 gelas)
4. Garam 10 gram (secukupnya)
5. Maltodextrin 2 gram (0,2%)
6. Flavor yang disukai
7. Natrium benzoat 0,03 gram/kg bahan
Cara Pembuatan
1. Jagung muda disortasi terlebih dahulu supaya terhindar dari ulat serta tidak tua dan kering.
2. Jagung dikupas dan direbus sampai matang, kemudian dipipil.
3. Timbang jagung pipilan (1 kg).
4. Jagung pipil diblender menggunakan air kemudian disaring dengan kain saring.
5. Filtrat yang dihasilkan ditambahkan gula, garam, dan maltodextrin serta flavor yang disukai kemudian diaduk sampai homogen.
6. Panaskan filtrat pada suhu 700 -800 C selama 15 menit.
7. Kemas dalam botol kemasan plastik kaku dalam keadaan panas dan tutup sesegera mungkin untuk menghindari kontaminasi mikroba.
8. Pasang label dengan memberi keterangan komposisi, volume, produksi, dan umur simpan.
9. Simpan pada suhu dingin (0-5ºC).
Untuk penyimpanan lebih lama, produk harus dikemas dalam botol kaca dengan proses sebagai berikut:
Persiapan botol kaca
1. Botol dan tutupnya dibersihkan sampai bersih, kemudian dikukus dalam dandang selama 30 menit.
2. Tutup botol terus terpasang sampai proses pembuatan susu jagung selesai.
Proses pembutan susu jagung
Proses pembuatan susu sama dengan poin 1 – 6 sebelumnya. Langkah-langkah selanjutnya adalah :
1. Kemas dalam botol kaca.
2. Sterilisasi dalam dandang selama 15 menit.
3. Kemudian diangkat dari dandang dan dinginkan.
4. Setelah dingin pres tutup botol dengan menggunakan alat pres botol.
5. Lakukan inkubasi selama satu minggu dengan posisi botol terbalik.
6. Pasang label.
7. Susu jagung siap dipasarkan.

Analisis Ekonomi
Secara ekonomi usaha pembuatan susu jagung sangat menguntungkan, dengan nilai R/C mencapai 2,09. Artinya dengan modal Rp.100.000 akan diperoleh keuntungan Rp. 109.000. Kalau hanya jagung muda yang dipasarkan, harga enceren/tongkol tidak lebih dari Rp.1000. Kalau dijual ke pedagang pengumpul hanya dihargai Rp.500 sampai Rp.600/tongkol. Untuk satu kg jagung pipilan dibutuhkan ± 5 tongkol jagung muda, sehingga harganya hanya Rp.3.000.

Tabel 2. Analisis Ekonomi Pembuatan Susu Jagung
Komponen Unit Harga (Rp/unit) Nilai (rp)
Jagung muda pipil 15 kg 3.000 45.000
Maltodextrin 0,03 kg 75.000 2.250
Gula pasir 6 kg 11.000 66.000
Garam, flafor, dll 1000
Tenaga kerja 2 25.000 50.000
Cup Plastik 350 100 3.500
Sub. Total 2 167.750
Hasil 350bh @ 150 ml
Harga pokok produksi 1 bh 458
Harga Jual 350 1000 350.000
Keuntungan 182.250
R/C 2,09

Tujuan Pasar
Susu jagung dapat dipasarkan di swalayan, hotel, ataupun sekolah-sekolah. Untuk tujuan pasar pelajar/siswa kemasan cukup dengan cup plastik, tetapi kalau tujuan pasar hotel ataupun swalayan kemasan tentu harus lebih bagus dengan label yang menarik sehingga konsumen yakin untuk membelinya. (Kasma Iswari)

Monday 13 December 2010

Sistem Intensifikasi Padi (The system of Rice intensificasion – SRI)

Sistem Intensifikasi Padi (The system of Rice intensificasion – SRI) : Sedikit dapat Memberi Lebih Banyak

Oleh : Dawn Berkelaar


            Baru-baru ini kami telah mempelajari suatu metode penanaman padi yang mampu memberikan hasil panen yang jauh lebih tinggi dengan pemakaian bibit dan input yang lebih sedikit dari pada metode tradisional (misalnya air) atau metode yang lebih modern (pemakaian pupuk dan asupan kimiawi lain).  Metode ini mengembangkan teknik manajemen yang berbeda atas tanaman, tanah, air dan nutrisi.  Sistem intensifikasi padi ini telah terbukti sukses diterapkan di sejumlah negara (meski yang terutama di Madagaskar).
           
Apakah SRI itu?
            SRI mengembangkan praktek pengelolaan padi yang memperhatikan kondisi pertumbuhan tanaman yang lebih baik, terutama di zona perakaran, dibandingkan dengan teknik budidaya cara tradisional.  SRI dikembangkan di Madagaskar awal tahun 1980 oleh Henri de Lauline, seorang pastor Jesuit yang lebih dari 30 tahun hidup bersama petani-petani di sana.  Tahun 1990 dibentuk Association Tefy Saina (ATS), sebuah LSM Malagasy untuk memperkenalkan SRI. Empat tahun kemudian, Cornell International Institution for Food, Agriculture and Development (CIIFAD), mulai bekerja sama dengan Tefy Saina untuk memperkenalkan SRI di sekitar Ranomafana National Park di Madagaskar Timur, didukung oleh US Agency for International Development. SRI telah diuji di Cina, India, Indonesia, Filipina, Sri Langka dan Bangladesh dengan hasil yang positif.
Hasil metode SRI sangat memuaskan (lihat Tabel 1).  Di Madagaskar, pada beberapa tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh 10 – 15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha.  Sedangkan, di daerah lain selama 5 tahun, ratusan petani memanen 8-9 ton/ha.  Metode SRI minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode varietas padi lain yang pernah ditanam.  Petani tidak harus menggunakan input luar untuk memperoleh manfaat SRI.  Metode ini juga bisa diterapkan untuk berbagai varietas yang biasa dipakai petani. Hanya saja, diperlukan pikiran yang terbuka untuk menerima metode baru dan kemauan untuk bereksperimen. Dalam SRI, tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, bukan diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi.  Semua unsur potensi dalam tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhan mereka.

Tabel 1.  Perbandingan Pertumbuhan Padi antara Metode Tradisional dengan Metode SRI. 


Metode Tradisional


Metode SRI


Rata-rata
Kisaran
Rata-rata
Kisaran
Rumpun/m2
56
42-65
16
10-25
Tanaman/rumpun
3
2-5
1
1
Batang/rumpun
8,6
8-9
55
44-74
Malai/rumpun
7,8
7-8
32
23-49
Bulir/malai
114
101-130
181
166-212
Bulir/rumpun
824
707-992
5,858
3,956-10,388
Hasil panen (t/ha)
2,0
1,0-3,0
7,6
6,5-8,8
Kekuataan akar (kg)
28
25-32
53
43-69







Keterangan :
Data dalam metode tradisional dihitung dari 5 pecahan lahan di areal yang berdekatan. Data dalam metode SRI merupakan rata-rata dan kisaran dari 22 plot uji coba (Data diambil dari thesis S2 Joelibarison, 1998).

            Mulanya, praktek penerapan SRI tampak “melawan arus”.  SRI menentang asumsi dan praktek yang selama ratusan bahkan ribuan tahun telah dilakukan.  Kebanyakan petani padi menanam bibit yang telah matang (umur 20-30 hari), dalam bentuk rumpun, secara serentak, dengan penggenangan air di sawah seoptimal mungkin di sepanjang musim. Mengapa? Praktek ini seolah-olah mengurangi resiko kegagalan bibit mati.  Masuk akal bahwa tanaman yang lebih matang seharusnya mampu bertahan lebih baik; penanaman dalam bentuk rumpun akan menjamin beberapa tanaman tetap hidup saat pindah tanam (transplanting); dan penanaman dalam air yang menggenang menjamin kecukupan air dan gulma sulit tumbuh.
            Terlepas dari alasan di atas, para petani yang menerapkan metode SRI belum menemukan resiko yang lebih besar daripada metode tradisional. Empat penemuan kunci penerapan SRI adalah:
1.      Bibit dipindah lapang (transplantasi) lebih awal
Bibit padi ditransplantasi saat dua daun telah muncul pada batang muda, biasanya saat berumur 8-15 hari (Lihat Gambar 1).  Benih harus disemai dalam petakan khusus dengan menjaga tanah tetap lembab dan tidak tergenang air.  Saat transplantasi dari petak semaian, perlu kehati-hatian dan sebaiknya dengan memakai cethok, serta dijaga tetap lembab.  Jangan bibit dibiarkan mengering.  Sekam (sisa benih yang telah berkecambah) biarkan tetap menempel dengan akar tunas, karena memberikan energi yang penting bagi bibit muda. Bibit harus ditranplantasikan secepat mungkin setelah dipindahkan dari persemaian ---sekitar ½ jam, bahkan lebih baik 15 menit.  Saat menanam bibit di lapangan, benamkan benih dalam posisi horisontal agar ujung-ujung akar tidak menghadap ke atas (ini terjadi bila bibit ditanam vertikal ke dalam tanah). Ujung akar membutuhkan keleluasaan untuk tumbuh ke bawah.  Tranplantasi saat bibit masih muda secara hati-hati dapat mengurangi guncangan dan meningkatkan kemampuan tanaman dalam memproduksi batang dan akar selama tahap pertumbuhan vegetatif.  Bulir padi dapat muncul pada malai (misalnya “kuping” bulir terbentuk di atas cabang, yang dihasilkan oleh batang yang subur).  Lebih banyak batang yang muncul dalam satu rumpun, dan dengan metode SRI, lebih banyak bulir padi yang dihasilkan oleh malai.
2.      Bibit ditanam satu-satu daripada secara berumpun
Bibit ditranplantasi satu-satu daripada  secara berumpun, yang terdiri dari dua atau tiga tanaman. Ini dimaksudkan agar tanaman memiliki ruang untuk menyebar dan memperdalam perakaran. Sehingga tanaman tidak bersaing terlalu ketat untuk memperoleh ruang tumbuh, cahaya, atau nutrisi dalam tanah.  Sistem perakaran menjadi sangat berbeda saat tanaman ditanam satu-satu, dan ketika uraian berikut diikuti :

3.      Jarak tanam yang lebar
Dibandingkan dengan baris yang sempit, bibit lebih baik ditanam dalam pola luasan yang cukup lebar dari segala arah.  Biasanya jarak minimalnya adalah 25 cm x 25 cm
Sebaiknya petani berani mencoba berbagai jarak tanam dalam berbagai variasi, karena jarak tanam yang optimum (yang mampu menghasilkan rumpun subur tertinggi per m2) tergantung kepada struktur, nutrisi, suhu, kelembaban dan kondisi tanah yang lain. Pada prinsipnya tanaman harus mendapat ruang cukup untuk tumbuh. Mungkin anda pernah juga menggunakan metode lain selain SRI, namun jarang yang jarak tanam terbaiknya dibawah 20 cm x 20 cm. Hasil panen maksimum diperoleh pada sawah subur dengan jarak tanam 50 x 50 cm, sehingga hanya 4 tanaman per m2.
Untuk membuat jarak tanam yang tepat (untuk memudahkan pendangiran), petani dapat meletakkan tongkat-tongkat dipinggir sawah, lalu diantaranya diikatkan tali melintas sawah. Tali harus diberi tanda interval yang sama, sehingga dapat menanam dalam pola segi empat. Dengan jarak tanam yang lebar ini, memberi kemungkinan lebih besar kepada akar untuk tumbuh leluasa, tanaman juga akan menyerap lebih banyak sinar matahari, udara dan nutrisi. Hasilnya akar dan batang akan tumbuh lebih baik (juga penyerapan nutrisi).  Pola segi empat juga memberi kemudahan untuk pendangiran (lihat no. 6 di bawah).
Jika petani sudah lebih berpengalaman, mereka dapat menghemat waktu dengan hanya menandai titik persilangan tali di petak sawah dengan lidi atau alat lain. Dalam metode SRI kebutuhan benih jauh lebih sedikit dibandingkan metode tradisional, salah satu evaluasi SRI menunjukkan bahwa kebutuhan benih hanya 7 kg/ha, dibanding dengan metode tradisional yang mencapai 107 kg/ha.  Belum lagi hasil panen yang diperoleh berlipat ganda karena setiap tanaman memproduksi lebih banyak padi.

4.      Kondisi tanah tetap lembab tapi tidak tergenang air
Secara tradisional penanaman padi biasanya selalu digenangi air.  Memang benar, bahwa padi mampu bertahan dalam air yang tergenang. Namun, sebenarnya air yang menggenang membuat sawah menjadi hypoxic (kekurangan oksigen) bagi akar dan tidak ideal untuk pertumbuhan.  Akar padi akan mengalami penurunan bila sawah digenangi air, hingga mencapai ¾ total akar saat tanaman mencapai masa berbunga.  Saat itu akar mengalami die back (akar hidup tapi bagian atas mati). Keadaan ini disebut juga “senescence”, yang merupakan proses alami, tapi menunjukkan tanaman sulit bernafas, sehingga menghambat fungsi dan pertumbuhan tanaman.
Dengan SRI, petani hanya memakai kurang dari ½ kebutuhan air pada sistem tradisional yang biasa menggenangi tanaman padi.  Tanah cukup dijaga tetap lembab selama tahap vegetatif, untuk memungkinkan lebih banyak oksigen bagi pertumbuhan akar.  Sesekali (mungkin seminggu sekali) tanah harus dikeringkan sampai retak.  Ini dimaksudkan agar oksigen dari udara mampu masuk kedalam tanah dan mendorong akar untuk “mencari” air.  Sebaliknya, jika sawah terus digenangi, akar akan sulit tumbuh dan menyebar, serta kekurangan oksigen untuk dapat tumbuh dengan subur.
Kondisi tidak tergenang, yang dikombinasi dengan pendangiran mekanis, akan menghasilkan lebih banyak udara masuk kedalam tanah dan akar berkembang lebih besar sehingga dapat menyerap nutrisi lebih banyak. Pada sawah yang tergenang air, di akar padi akan terbentuk kantung udara (aerenchyma) yang berfungsi untuk menyalurkan oksigen.  Namun, karena kantung udara ini mengambil 30-40% korteks akar, maka dapat berpotensi menghentikan penyaluran nutrisi dari akar keseluruh bagian tanaman.  Penggenangan dapat dilakukan sebelum pendangiran untuk mempermudah pendangiran (lihat no. 5).  Selain itu, penggenangan air paling baik dilakukan pada sore hari (bila pada hari itu tidak hujan), sehingga air yang berada di permukaan mulai mengering keesokan harinya.  Perlakuan ini membuat sawah mampu untuk menyerap udara dan tetap hangat sepanjang hari; sebaliknya sawah yang digenangi air justru akan memantulkan kembali radiasi matahari yang berguna, dan hanya menyerap sedikit panas yang diperlukan dalam pertumbuhan tanaman.  Dengan SRI, kondisi tak tergenangi hanya dipertahankan selama pertumbuhan vegetatif.  Selanjutnya, setelah pembungaan, sawah digenangi air 1-3 cm seperti yang diterapkan di praktek tradisional.  Petak sawah diairi secara tuntas mulai 25 hari sebelum panen.
Sebagai tambahan untuk 4 prinsip ini, 2 praktek lain sangat penting dalam metode SRI. Keduanya tidak berlawanan dan telah lama dikenal oleh petani dalam bercocok tanam.

5.      Pendangiran
Pendangiran (membersihkan gulma dan rumput) dapat dilakukan dengan tangan atau alat sederhana (lihat gbr 3).  Para petani di Madagaskar beruntung setelah menggunakan alat pendangiran yang dikembangkan International Rice Research Institute sejak tahun 1960-an, yang mampu mengurangi tenaga kerja dan meningkatkan hasil panen.  Alat ini mempunyai roda putar bergerigi yang berfungsi untuk mengaduk tanah saat ditekan ke bawah dan tidak merusak tanaman karena ada jarak diantara roda.  Pendangiran ini membutuhkan banyak tenaga ---bisa mencapai 25 hari kerja untuk 1 ha--- tapi hal ini tidak sia-sia karena hasil panen yang diperoleh sangat tinggi.

Pendangiran pertama dilakukan 10 atau 12 hari setelah tranplantasi, dan pendangiran kedua setelah 14 hari. Minimal disarankan 2-3 kali pendangiran, namun jika ditambah sekali atau dua kali lagi akan mampu meningkatkan hasil hingga satu atau dua ton per ha. Yang lebih penting dari praktek ini bukan sekedar untuk membersihkan gulma, tetapi pengadukan tanah ini dapat memperbaiki struktur dan meningkatkan aerasi tanah.

6.      Asupan Organik
Awalnya SRI dikembangkan dengan menggunakan pupuk kimia untuk meningkatkan hasil panen pada tanah-tanah tandus di Madagaskar.  Tetapi saat subsidi pupuk dicabut pada akhir tahun 1980-an, petani disaarankan untuk menggunakan kompos, dan ternyata hasilnya lebih bagus.  Kompos dapat dibuat dari macam-macam sisa tanaman (seperti jerami, serasah tanaman, dan bahan dari tanaman lainnya), dengan tambahan pupuk kandang bila ada.  Daun pisang bisa menambah unsur potasium, daun-daun taaman kacang-kacangan dapat menambah unsur N, dan tanaman lain seperti Tithonia dan Afromomum angustifolium, memberikan tamabahan unsur P.  Kompos menambah nutrisi tanah secara perlahan-lahan dan dapat memperbaiki struktur tanah.  Di tanah yang miskin jika tidak di pupuk kimia, secara otomatis perlu diberikan masukan nutrisi lain. Pedomannya: dengan hasil panen yang tinggi, sesuatu perlu dikembalikan untuk menyuburkan tanah!

Mengapa SRI berhasil ?        
SRI berhasil karena menerapkan konsep sinergi.  Dalam konteks ini, sinergi menunjukkan bahwa semua praktek dalam SRI berinteraksi secara positif, saling menunjang, sehingga hasil keseluruhan lebih banyak daripada jumlah masing-masing bagian.  Setiap bagian dari SRI bila dilakukan akan memberikan hasil yang positif, tapi SRI hanya akan berhasil kalau semua praktek dilaksanakan secara bersamaan.
Ketika dipakai bersamaan, praktek SRI memberi dampak pada struktur tanaman padi yang berbeda dibandingkan praktek tradisional.  Dalam metode SRI, tanaman padi memiliki lebih banyak batang, perkembangan akar lebih besar, dan lebih banyak bulir pada malai. Untuk menghasilkan batang yang kokoh, diperlukan akar yang dapat berkembang bebas untuk mendukung pertumbuhan batang di atas tanah.  Untuk ini akar membutuhkan kondisi tanah, air, nutrisi, temperatur dan ruang tumbuh yang optimal. Akar juga memerlukan energi hasil fotosintesis yang terjadi di batang dan daun yang ada di atas tanah. Sehingga akar dan batang saling tergantung. Saat kondisi pertumbuhan optimum, ada hubungan positif antara jumlah batang per tanaman, jumlah batang yang menghasilkan (malai), dan jumlah bulir gabah per batang.
Tanaman padi dalam model SRI akan tampak kecil, kurus dan jarang di sawah selama sebulan atau lebih setelah transplantasi.  Dalam bulan pertama, tanaman mulai menumbuhkan batang. Selama bulan ke-2 pertumbuhan batang mulai terlihat nyata. Dalam bulan ke-3, petak sawah tampak “meledak” dengan pertumbuhan batang yang sangat cepat. Untuk memahami hal ini, perlu dimengerti konsep phyllochrons, sebuah konsep yang diaplikasikan pada keluarga rumput-rumputan, termasuk tanaman biji-bijian seperti padi, gandum, dan barley. 
Phyllochron bukan suatu benda, tetapi periode waktu antara munculnya satu phytomer (satu set batang, daun, dan akar yang muncul dari dasar tanaman) dan perkecambahan selanjutnya (lihat Tabel 2).  Ukuran phyllochrons ditentukan terutama oleh temperatur, tapi juga dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti panjang hari, kelembaban, kualitas tanah, kontak dengan air dan cahaya serta ketersediaan nutrisi.

Tabel 2. Pertambahan Jumlah Batang yang Dihasilkan Tanaman Padi dalam Ukuran Phyllochrons


Phyllochrons


I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII

IX

X
XI
XII

Batang baru

1
0
0
1
1
2
3
5
8
12
20
31
Total batang
1
1
1
2
3
5
8
13
21
33
53
84
Keterangan :
Batang pertama dan berikutnya menghasilkan batang baru yang menghasilkan batang baru lagi).  Pada akhir seri, pertumbuhan tanaman meningkat secara eksponensial (berlipat) dan tidak satu-satu.. (Sumber : De Laulanie, 1993)

Bila kondisinya sesuai, phillochrons dalam padi lamanya lima sampai tujuh hari, meski dapat lebih singkat pada temperatur lebih tinggi. Di bawah kondisi yang bagus, fase vegetatif tanaman padi dapat berlangsung selama 12 phyllochrons sebelum tanaman mulai menumbuhkan malai dan masuk ke fase pembungaan (lihat Tabel 2).  Ini mungkin dilakukan ketika pertumbuhan dipercepat, sehingga banyak phillochrons sudah tercapai sebelum inisiasi malai.
Sebaliknya, dalam kondisi miskin, phyllochrons berlangsung lebih lama, dan hanya sedikit yang mampu mencapai fase pembungaan.  Yang perlu diingat : hanya beberapa batang yang tumbuh dalam fase awal phyllochrons (dan tidak ada sama sekali selama phillochrons kedua dan ketiga), namun setelah fase phillochrons  ketiga setiap batang akan menghasilkan batang baru dari pangkalnya (dengan tenggang waktu satu phyllochrons sebelum proses malai) (lihat table 2).  Dalam periode vegetatif berikutnya, dalam kondisi yang ideal, pertambahan batang tanaman menjadi berlipat (eksponensial) dan bukan aditif (sesuai dengan hukum Fibonacci dalam ilmu Biologi).  Dalam praktek budidaya lama, periode produksi batang maksimum tercapai sebelum inisiasi malai, tapi dengan SRI keduanya bisa dicapai bersamaan.
Inilah mengapa, saat paling baik untuk transplantasi bibit adalah selama phyllochrons ke-2 atau ke-3, sehingga tidak ketinggalan fase berlipat (eksponensial) yang mulai pada phyllochrons ke-4.  Akar bibit mengalami trauma saat terkena sinar matahari dan mengering, saat ditanam di tempat yang tidak ada kontak dengan udara; dan saat bulu akar keluar dari akar pertama, akan hilang atau rusak jika terlambat ditranspalantasi.  Trauma ini memperlambat pertumbuhan berikutnya, sehingga banyak phyllochrons yang tidak tercapai sebelum inisiasi malai.  Banyak metode transplantasi (dan waktu) menyebabkan tanaman terhambat tumbuh selama satu atau dua minggu yang juga menghambat pertumbuhan selanjutnya. Untuk pertumbuhan batang maksimum, tanaman perlu menyelesaikan sebanyak mungkin phyllochrons selama fase vegetatif. Bila bibit ditranplantasi pada umur 3 atau 4 minggu, phyllochrons terpenting saat batang tumbuh tidak akan pernah tercapai.
Bertentangan dengan kebiasaan umum yang menganggap bahwa banyak batang akan mengurangi jumlah malai dan pembentukan bulir, dengan SRI, terbukti tidak ada hubungan negatif antara jumlah batang yang diproduksi dan jumlah bulir diproduksi oleh batang subur. Semua komponen hasil panen, tumbuhnya batang, pembentukan malai dan pengisian bulir dapat bertambah di bawah kondisi yang mendukung.

Semua tampak Ideal untuk direalisasikan. Apakah keterbatasannya?
SRI membutuhkan lebih banyak tenaga kerja per ha daripada metode tradisional.  Bila petani tidak terbiasa mentransplantasi bibit kecil (umur 2 minggu) dalam jarak ruang dan kedalaman tertentu, proses ini bisa membutuhkan waktu dua kali lebih lama.  Tapi jika para petani sudah merasa nyaman dan menguasai tekniknya, transplantasi membutuhkan waktu lebih singkat karena jumlah bibit yang ditanam jauh lebih sedikit. 
Dengan SRI, diperlukan lebih banyak waktu juga untuk mengatur pengairan sawah dibandingkan cara lama.  Ini berarti sistem irigasi perlu diatur secara tepat agar memungkinkan air masuk dan keluar dari sawah secara teratur.  Kebanyakan irigasi tidak diatur seperti ini (kebanyakan irigasi hanya dibuat untuk menyimpan banyak air), sehingga perlu dilakukan perbaikan pada petak dan pengairan lebih dulu sebelum memulai metode SRI.
Pendangiran juga membutuhkan waktu lebih banyak bila sawah tidak digenangi air terus.  Tapi, hasil panen bisa naik beberapa kali lipat jika aerasi tanah diatur baik dengan alat pendangiran putar bergerigi.  Akhirnya, hasil panen yang lebih mampu menutupi pengeluaran tambahan untuk tenaga pendangiran.
Awalnya, SRI membutuhkan 50-100% tenaga kerja (yang terampildan teliti) lebih banyak, tapi lama kelamaan jumlah ini dapat menurun.  Petani SRI yang sudah berpengalaman membutuhkan tenaga kerja lebih sedikit saat teknik SRI telah dikuasai dan mereka semakin percaya diri.  Dengan hasil panen dua, tiga bahkan empat kali lipat dibanding metode lama, mampu menutupi ongkos buruh dan lahan yang meningkat.
Beberapa petani masih meragukan manfaat SRI.  SRI tampak seperti mukjijat di awal, tetapi ada alasan ilmiah untuk menjelaskan setiap bagian prosesnya.  Para petani ini perlu dimotivasi untuk mencobanya di area kecil dahulu, untuk memuaskan rasa ingin tahu mereka mengenai manfaat dan untuk memperoleh ketrampilan di skala kecil.
Penanaman dan pendangiran merupakan pekerjaan yang butuh tenaga kerja paling intensif dalam SRI.  Banyak petani kesulitan memperoleh tenaga kerja yang cukup untuk ini, baik dari anggota keluarga sendiri maupun yang disewa.  Jika petani mengalami kendala ini sebaiknya mereka tidak menanam dan mengelola seluruh lahannya dengan pola SRI, tetapi cukup mencoba di sebagian lahannya saja, sehingga tidak harus keluar biaya untuk buruh dan sewa lahan.  Lalu, sisa lahan ditanamai tanaman lain jika telah tersedia tenaga kerja.

Apakah SRI Berkelanjutan ?  Bagaimana Petani dapat Memperoleh Hasil yang Tinggi?
Para ilmuwan masih belum yakin, bahkan banyak yang skeptis, bagaimana mungkin hasil tinggi dapat diperoleh pada tanah miskin seperti Madagaskar. Untungnya SRI telah terbukti juga sukses diterapkan di Cina, India, Indonesia, Filipina, Sri Langka dan Bangladesh.  Jadi jelas bahwa SRI tidak hanya cocok untuk satu neegara.
Memang belum ada evaluasi sistematis oleh ilmuwan mengenai SRI ini. Tetapi telah ada sedikit penjelasan ilmiah terkait penerapan SRI sebagai berikut :
1.      Proses Fiksasi Biologis Nitrogen (Biological Nitrogen Fixation - BNF). Bakteri dan mikroba yang bebas hidup di sekitar akar padi dapat menguraikan nitrogen yang diperlukan untuk tanaman.  Kehadiran bakteri seperti ini telah tercatat untuk tanaman tebu, yang termasuk famili rumput-rumputan, seperti padi.  Ketika tanaman tebu tidak diberi pupuk nitrogen (karena pupuk ini dapat memacu produksi enzim nitrogenase yang diperlukan untuk proses fiksasi nitrogen), mikroba tanah mampu menyediakan 150-200 kg nitrogen per ha untuk tebu.  Namun, proses penguraian nitrogen justru berkurang pada lahan yang diberikan pupuk kimia.  Diketahui bahwa 80 % bakteri di dalam dan sekitar akar padi memiliki kemampuan menyediakan nitrogen, tetapi potensi ini tidak akan menjadi nyata bila penggunaan pupuk nitrogen kimia diteruskan atau dalam kondisi tanah an-aerobik dan tergenang.
2.      Sebuah penelitian menyebutkan bahwa tanaman dapat tumbuh baik dalam konsentrasi hara rendah, selama hara tersebut tersedia berimbang dan konsisten.  Kita tahu bahwa kompos menyediakan hara sedikit demi sedikit tapi konstan.
3.      Tanaman dengan akar yang bebas menyebar dapat menyerap hara apapun di dalam tanah. Pertumbuhan akar yang bebas hanya mungkin terjadi pada akar bibit muda yang punya banyak ruang dan oksigen, bahkan saat air dan nutrisi hanya sedikit tersedia akar dapat mencarinya sendiri. Akar yang demikian dapat mengekstrak unsur hara yang lebih seimbang dari tanah, termasuk nutrisi dari unsur mikro yang diperlukan sedikit tapi penting.
Banyak hal yang perlu dipelajari dari SRI, dan para ilmuwan mulai tertarik karena hasil panennya yang berlipat.  SRI jangan dilihat sebagai teknologi yang diterapkan secara mekanis, tapi sebagai metodologi untuk diuji dan diadaptasi sesuai dengan kondisi para petani.  Para petani perlu menjadi peneliti dan belajar dengan benar untuk memperoleh hasil terbaik dari SRI.
Singkatnya, unsur SRI yang penting adalah sebagai berikut:
1.      Tranplantasi bibit muda untuk mempertahankan potensi pertambahan batang dan pertumbuhan akar yang optimal sebagaimana dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh dengan baik. 
2.      Menanam padi dalam jarak tanam yang cukup lebar, sehingga mengurangi kompetisi tanaman dalam serumpun maupun antar rumpun.
3.      Mempertahankan tanah agar tetap teraerasi dan lembab, tidak tergenang, sehingga akar dapat bernafas, untuk ini, perlu manajemen air dan pendangiran yang mampu membongkar struktur tanah.
4.      Menyediakan nutrisi yang cukup untuk tanah dan tanaman, sehingga tanah tetap sehat dan subur sehingga dapat menyediakan hara yang cukup dan lingkungan ideal yang diperlukan tanaman untk tumbuh.      
                                  
Informasi lebih lanjut :
ECHO, Inc. 17391 Durrance Rd. North Ft. Myers  FL   33917 USA Phone:  (941) 543-3246
Fax:  (941) 543-5317 email : echo@echonet.org URL : http://www.echonet.org

Norman Uphoff, direktur Cornell International Institute for Food, Agricultural and Development (CIIFAD); PO BOX 14 Kennedy Hall, Cornell University, Ithaca NY 14853 USA. Email : NTU1@cornell.edu

Sebastian Rafaralahy , Presiden Tefy Saina; B.P. 1221, Antananarivo, Madagascar. Email : tefysaina@simicro.mg

(Diambil dari Buletin ECHO Development Notes, January 2001, Issue 70, Halaman 1-6.  Terjemahan bebas oleh Indro Surono, staf  ELSPPAT

Sunday 12 December 2010

Limbah Padi Sebagai Produk Alternatif Pertanian Organik

Indonesia adalah Negara yang sangat kaya, tetapi sebagai manusia Indonesia terkadang kita kurang jeli dalam memanfaatkan kekayaan itu. Jerami begitu melimpah. Saat petani panen padi, jerami melimpah ruwah di persawahan, dan itu hanya dibakar, ya ada sih manfaatnya sebagai humus, namun tidak efektif dan maksimal sebagaimana eksistensi akan jerami itu sendiri. Biasanya jerami hanya akan teronggok di sawah karena digunakan sebagai pakan ternak atau bahkan dibakar begitu saja. Bisa dibayangkan kemubadziran yang terjadi jika limpahan jerami tersebut hanya dibakar. Tetapi mungkin tidak hanya kemubadziran saja, karena ternyata pembakaran jerami akan menghasilkan emisi karbon yang memberi sumbangan akan terjadinya pemanasan global.
Sungguh ironis memang, disatu sisi jerami dan sekam melimpah hanya dianggap sebagai sisa yang memang harus dibakar. Sementara pupuk kimia semakin melambung tinggi saja, sementara petani mengeluhkan terjadinya kelangkaan dan mahalnya pupuk kimia. Dampaknya, jumlah dan jenis pupuk yang dapat mereka usahakan semakin terbatas serta waktu pemberian pupuk yang sering terlambat dapat berpengaruh terhadap produksi. Di samping itu, penurunan produktivitas lahan sawah yang marak di Indonesia dimungkinkan terjadi karena kejenuhan tanah akibat penggunaan pupuk anorganik dalam jangka waktu yang relative lama.
Peristiwa ini mencerminkan kurang maksimalnya pemanfaatan jerami dalam bidang pertanian padahal jerami memiliki potensi yang sangat besar dalam menggemburkan tanah jika dimanfaatkan sebagai pupuk kompos. Bahkan dapat menjadi solusi yang sangat brilian untuk menangani permasalahan terjadinya pelandaian produktivitas lahan dan kelangkaan dan mahalnya pupuk kimia (Urea,TSP,ZA,SP36 atau KCl). Selain itu kompos juga memberikan manfaat yang sangat banyak, antara lain: memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, meningkatkan kandungan bahan organik, dan meningkatkan kesuburan tanah atau lahan.
Peningkatan produktivitas lahan secara berkelanjutan diperlukan terobosan yang mengarah pada efisiensi usaha tani dengan memanfaatkan sumber daya local yang ada selain itu juga diperlukan adanya pelestarian lingkungan produksi termasuk mempertahankan kandungan bahan organic tanah dengan memanfaatkan jerami padi atau limbah pertanian lainnya ataukah pemanfaatan sampah kota.
Dengan demikian dapat dilihat betapa banyak manfaat jerami dan sekam jika dimanfaatkan sebagai pupuk kompos. Namun, realita di lapangan menyatakan betapa kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat khususnya petani akan potensi tersebut. Ketidaksadaran akan kecenderungan penggunaan pupuk anorganik yang dianggap lebih efisien dan mudah didapat di mana saja akan memperosokkan kita lebih jauh ke dalam jurang permasalahan pertanian yang tidak terkira. Karena bagaimana pun juga penggunaan pupuk anorganik dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kerusakan tanah yang merupakan media paling lengkap tempat hidup tumbuhan sebagai satu-satunya produsen di muka bumi ini. Oleh karena itu, sangatlah penting merubah paradigma berpikir masyarakat kita bahwa penggunaan sesuatu yang instant dalam jangka panjang tidak selalu baik. Demikian juga dengan penggunaan pupuk anorganik.
Harus ada pengganti atau substitusi dari pupuk kimia/anorganik dan jawaban yang tepat adalah pupuk kompos. Selain beberapa keunggulan yang telah disebutkan di atas, cara membuat pupuk ini sangatlah mudah, apalagi bahan bakunya merupakan limbah padi yang sangat melimpah saat pasca panen.
Lalu keuntungan besar apalagi yang harus dicari jika kita dapat mengubah sampah (jerami) menjadi emas (kompos)?. Kesadaran inilah yang harus ditanamkan pada seluruh masyarakat khususnya petani di negeri (Indonesia) super agraris ini.
Solusi (mungkin kita perlu diskusikan disini agar bisa menjadi solusi kepada petani dan pemerintah/LSM termasuk pihak swasta) al:
1. Perlu perubahan paradigma petani akan pemakaian pupuk organik (paradigma tentang kelola sampah atau limbah pertanian), Ini merupakan kerja keras, namun “harus” dilakukan, karena ini merupakan titik awalnya.
2. Pemerintah atau swasta termasuk LSM/NGO lingkungan perlu mengadakan pelatihan tentang pengelolaan limbah padi (jerami/sekam) atau pengelolaan sampah menjadi pupuk organik sebagai pengganti pupuk kimia. Khususnya dari pemerintah perlu penjelasan yang serius (dukungan penuh) tentang hal ini. Serta melibatkan unsur pemuka agama (diskusi tentang sampah sekaitan dengan perintah agama tentang kebersihan)
3. Aktifkan kembali pola Sumbang Saran atau Tudang Sipulung (Kelompok Tani) agar pelaksanaan program ini dapat dengan mudah terealisir. Mengganti atau Subtitusi dari pupuk kimia ke organik ini memerlukan biaya tinggi, maka dibutuhkan kerjasama oleh semua pihak, khususnya para petani itu sendiri.
4. Pemerintah seharusnya membangun atau mendirikan DemoPlot pengelolaan limbah/sampah menjadi pupuk organik di masing-masing kelurahan sentra penghasil padi, dengan libatkan secara langsung unsur swasta/LSM bersama penyuluh lapangan pertanian (kerja bareng atau disatupaketkan) dengan maksud “misi yang sama” (ini yang perlu dicermati mungkin oleh pemerintah), akhirnya terjadi pola pikir dan pola tindak yang konstruktif.
5. Menciptakan Industri di masyarakat (home industri) sekaligus menanggulangi pengangguran, meningkatkan ekonomi masyarakat. Serta memampukan masyarakat dalam mengelola Limbah Pertanian, misalnya Jerami, rumput atau sampah kota dan secara umum akan lebih mengerti dan terpanggil untuk mengelola limbah tersebut secara benar, adil dan bijaksana serta mandiri.
6. Mengajak masyarakat petani secara serius untuk memanfaatkan (momentum) program pemerintah saat ini, misalnya program pemberian bantuan lunak (Bunga 6%) bagi pengelola lingkungan atau melalui program Kementerin Kehutanan yaitu “Kebun Bibit Rakyat” untuk 8000 Desa di Indonesia (program ini mungkin bisa berdampingan demoplot pengelolaan pupuk organik berbasis limbah/sampah kota) atau program lainnya di Kementerian Pertanian, misalnya melalui pemberdayaan LM3 (Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat). Salah satu program LM3 yang penulis mediasi/inisiasi di Provinsi Sulawesi Utara klik di sini. http://lm3nafiri.blogspot.com
7. Diharap pemerintah bila membuat/meluncurkan program, jangan terhenti dibatasan pencairan dana (orientasi proyek) tapi harus diikuti sampai memantau aplikasi dilapangan secara serius (orientasi program)….Kasian dana besar itu, mubadzir saja, petani tidak manfaatkan. Akhirnya petani susah bayar pajak….Itu salah pemerintah sendiri…Tapi entahlah…??!!!
Mari kita bersama turut serta membantu para petani (komunitas terbesar di negeri ini) untuk mengubah paradigma berpikir dan memotivasi mereka mengenai pemanfaatan jerami/sampah agar lebih maksimal…..Mari bangun Pertanian Organik dari Desa. Ini harga mati bagi Indonesia bila tetap mau eksis pada percaturan perekonomian global (era konsumsi produk pertanian organik). Jangan Indonesia diam saja (terlambat) lagi, melihat kondisi ini dengan santai saja. Naudzubillah……Bagaimana ?
http://sosbud.kompasiana.com/2010/04/26/limbah-padi-sebagai-produk-alternatif-pertanian/